Sabtu, 22 Oktober 2011

pondok pesantren sebagai sistem pendidikan nasional


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Regulasi pendidikan keagamaan dalam UU No 20/2003 dapat diduga bertujuan untuk mengakomodir tuntutan pengakuan terhadap model-model pendidikan yang selama ini sudah berjalan dimasyarakat secara formal (misalnya madrasah diniyah salafiayah.,kuliyat al mualimin) namun tidak diakreditasi negara karena kurikulumnya mandiri,alias tidak mengikuti kurikulum sekolah atau madrasah pada umunya. Justru kemandirian kurikulum pendidikan keagamaann ini dipandang perlu dipertahankan dalam rangka memenuhi ragam karakter layanan pendidikan  sesuai kebutuhan masyarakat.
Banyak orang beranggapan,pendidikan keagamaan ini tak ubahnya seperti madrasah. Atau nantinya bakal mengulangi sejarah madrasah. Atau kurang lebih sama dengan jurusan keagamaan (MAK)pada Madrasah Aliyah.
Sejak UUSPN Nomor 2 Tahun 1989 madrasah sudah berubah tidak lagi dikategorikan sebagai pendidikan keagamaan karena telah menjadi pendidikan umum (berciri agama islam),dan selama ini tidak lagi dipersoalkan legalitas ijazahnya. Agaknya UU Sisdiknas sadar dan sengaja mendefinisikan model pendidikan keagamaan sebagai  model-model pendidikan diluar model sekolah dan madrasah. Pendidikan keagamaan tidak lain adalah bentuk lama penjajahan zaman dulu,yang masih merupakan perguruan untuk penyebaran agama.,namun lama dipinggirkan,dan kini diketengahkan kembali.
Hal ini karena semenjak madrasah dinilai semakin  dari misi cikal bakal kelahirannya, yakni untuk tujuan pembelajaran ilmu agama, atau mempersiapkan ahli agama. Kelahirkan kembali pendidikan keagamaan islam seolah-olah menutup kelemahan madrasah ini.
Sekedar bercermin kepada masa lalu,agar reformasi kelihatan berbeda,adalah bahwa pada zaman dahulu,satuan pendidikan yang tidak mengikuti aturan pendidikan sekolah umum/kejuruan tidak diakui sebagai satuan pendidikan yang terakreditasi sehingga tidak dapat diregulasi atau dibantu layaknya pendidikan umum. Saat itu agar konsistensi pendidikan keagamaan terbilang sederhana  maka harus diseratakan terlebih dahulu dengan cara siswanya mengikuti “ujian persamaan” disekolah/madrasah yang sudah terakreditasi. Harus diakui,tradisi penyetaraan dengan ikut ujian persamaan dimasa lalu walau ada gunanya untuk pengakuan ijazah,tetapi didalamnya mengandung keganjilan sosial yang tajam karena memiliki konotasi pandangan rendah kepada pendidikan keagamaan.
Disamping itu,sikap diskriminatif demikian berpotensi menciptakan tindakan liar. Taruhlah misalnya pendidikan diniyah yang menjadi trademark pesantren tidak kunjung dibantu negara. Lalu dalam dirinya tumbuh sikap anti negara. Lalu siapa yang akan dipersalahkan apakah negara akan menghukum warganya yang tidak disiplin tanpa pembinaan? Negara dalam kontek ini punya tugas melakukan tindakan prefentif untuk mengantisifasi tindakan liar, misalnya yang mungkin bisa mengancam integrasi bangsa. Dan itu bisa dilakukan dengan perubahan  paradigma pelayanan terhadap ragam karakter pendidikan yang dikembangkan oleh masyarakat.
Komunitas pesantren tradisional yang terpinggirkan percaya bahwa  tujuan pendidikan nasional itu begitu mulia,demikian juga yang terdapat dalam UU Dasar 1945. Akan tetapi coba lihat perhatian pemerintah untuk pendidikan keagamaan justru kecil sekali,bahkan untuk pesantren hampir bisa dibilang tidak ada sama sekali.
B.     Rumusan masalah
a.       Jelaskan  Latar belakang Historis Pondok Pesantren?
b.      Bagaimanakah Pesantren dan Tuntunan Perubahan Zaman?
c.       Bagaimana Format Pesantren Masa Depan?
d.      Bagaimana Pesantren dalam kebijakan Sisdiknas?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui Latar belakang Historis Pondok Pesantren
2.      Untuk mengetahui Pesantren dan Tuntunan Perubahan Zaman
3.      Untuk mengetahui Format Pesantren Masa Depan
4.      Untuk mengetahui Pesantren dalam kebijakan Sisdiknas





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar belakang Historis Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan agama islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) yang santri-santrinya menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian/madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dan kepemimpinan seorang/beberapa orang kyai dengan ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam berbagai hal.
Dilihat dari latar belakangnya,tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam masyarakat yang terdapat implikasi-implikasi politis-kultural yang menggambarkan sikap ulama-ulama islam sepanjang sejarah. Sejak negara kita dijajah oleh orang barat (yang selalu beragama kristen),ulama-ulama kita bersifat non cooperation terhadap kaum penjajah serta mendidik santri-santrinya dengan sikap politis anti penjajah serta non kompromi terhadap mereka dalam bidang pendidikan agama pondok pesantren. Dari segi kultural,para ulama islam pada saat itu berusaha menghindari tradisi serta ajaran agama islsm dari pengaruh kebudayaan barat, terutama yang di bawa oleh penjajah. Segala sesuatu yang berbau barat secara apriori ditolak oleh mereka,termasuk sistem pendidikan,bahkan cara dan mode pakaian barat dipandang haram oleh umat islam pada masa itu. Semua bentuk kebudayaan barat dipandang sebagai suatu kekufuran yang harus dijauhi oleh umat islam. Sikap demikian membawa umat islam dengan pondok pesantrennya kepada kehidupan isolatif dan stratifikasi sosial lain yang timbul dikemudian hari, yaitu isolasi dari lapisan sosial (golongan priyayi,pegawai-pegawai pemerintah hindia belanda) dan juga dari golongan abangan yang kehidupannya berorientasi pada animisme dan klenikisme. Oleh karena itu, pada masa penjajahan tersebut pondok pesantren menjadi satu-satunya lembaga pendidikan islam yang menggembleng kader-kader umat yang tangguh dan gigih dalam mengembangkan agama serta menentang penjajahan berkat jiwa islam yang berada dalam dada mereka.
Pesantren telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia, serta besarnya jumlah Santri pada setiap pesantren menjadi lembaga ini layak diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan di bidang pendidikan dan moral.
Perbaikan-perbaikan yang terus menerus dilakukan terhadap pesantren, baik dari segi menejemen, akademik (kurikulum) maupun fasilitas, menjadikan pesantren keluar dari kesan tradisional dan kolot yang selama ini disandangnya. Beberapa pesantren bahkan telah menjadi model dari lembaga pendidikan yang leading.
Pesantren merupakan pendidikan yang unik. Tidak saja karena keberadaannya yang sudah sangat lama, tetapi juga lembaga agama tersebut. Karena keunikannya itu, C. Geertz menyebut sebagai subkultur masyarakat Indonesia (khususnya Jawa). Pada zaman penjajahan, pesantren menjadi basis perjuangan kaum colonial yang berbasis pada dunia pesantren.
Pesantren sebagai  tempat  pendidikan agama yang memiliki basis social yang jelas, karena keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya, pesantren hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat. Visis ini menuntut adanya peran dan fungsi pondok pesantren yang sejalan dengan situasi dan kondisi masyarakat, bangsa, dan Negara yang trerus berkembang. Sementara itu, sebagai suatu komunitas, pesantren dapat juga berperan menjadi penggerak bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat mengingat pesatren merupakan kekuatan social yang jumlahnya cukup besar. Secara umum, akumulasi tata nilai dan kehidupan spiritual Islam di pondok pesantren pada dasarnya adalah lembaga tafaqquh fi din yang mengembangkan untuk meneruskan risalah Nabi Muhammad SAW sekaligus melestarikan ajaran Islam.
Sebagai lembaga, pesantren dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-nilai keislaman dengan titik berat pada pendidikan.  Pesantren juga berusaha untuk mendidik para santri yang belajar pada persantren tersebut yang diharapkan dapat menjadi orang-orang yang mendalam pengetahuan keislamannya. Kemudian, mereka dapat mengajarkannya kepada masyarakat, di mana para santri kembali setelah selesai menanamkan pelajarannya di pesantren.
Dunia pesantren sarat dengan aneka pesona, keunikan, kekhasan dan karakteristik tersedia yang tidak memiliki oleh institus lainnya. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam pertama dank has pribumi yang ada di Indonesia pada saat itu. Tapi, sejak kapan munculnya pesantren, belum ada pendapat yang pasti dan kesepakatan tetntang hal tersebut. Belum diketahui secara persis pada tahun berapa pesantren pertama kali muncul sebagai pusat-pusat pendidikan agama di Indonesia. Pesantren yang paling lama di Indonesia namanya tegalsari di Jawa Timur. Tegalsari didirikan pada abad ke-18, walaupun sebetulnya pesantren di Indonesia mulai muncul banyak akhir abad ke-19.
Namun, jika dilitah dari beberapa studi yang dilakukan beberapa serjana, seperti Dhofier (1870), Martin (1740), dan ilmuan lainnya, ada indikasi bahwa munculnya pesantren tersebut diperkirakan sekitar abad ke-19. Akan tetapi, terlepas dari personal tersebut yang jelas signifikansi pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam tidak dapat diabaikan dari kehidupan masyarakat muslim pada masa itu.
Karena itu, menurut tokoh Tholkhah, pesantren seharusnya mampu menghidupkan fungsi-fungsi sebagai berikut;
1.      Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi din) dan nilai-nilai Islam (Islamic vaues);
2.      Pesantren sebagai lembaga keagamaan yang melakukan control social; dan
3.      Pesantren sebagai lembaga keagamaan yang melakukan rekayassa social (Social development).

B.     Pesantren dan Tuntunan Perubahan Zaman
Ketika menginjak pada abad ke-20, pendidikan pesantren di Indonesia pada saat itu sama sekali belum testandardisasi secara kurikulum dan tidak terorganisir sebagai suatu jaringan pesantren Indonesia yang sistematik. Ini berarti bahwa setiap pesantren mempunyai kemandirian sendiri untuk menerapkan kurikulum dan mata pelajaran yang sesuai dengan alairan agama Islam yang mereka ikuti. Sehingga, ada pesantren yang menerapkan juga kurikulum Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional) dengan menerapkan juga kurikulum agama. Kemudian, ada pesantren yang hanya ingin memfokuskan pada kurikulum ilmu agama Islam saja. Yang berarti bahwa tingkat keanekaaragaman model pesantren di Indonesia tidak terbatasi.
Setelah kemerdekaan Negara Indonesia, terutama pada masa orde baru dan ketika pertumbuhan ekonomi betul-betul naik tajam, pendidikan pesantren menjadi semakin terstruktur pesantren menjadi lebih tetap. Misalnya, selain kurikulum agama, sekarang ini kebanyakan pesantren juga menawarkan mata pelajaran umum. Bahkan, banyak pesantren sekarang melaksanakan kurikulum Depdiknas dengan menggunakan sebuah rasio yang ditetapkannya, yaitu 70% mata pelajaran umum dan 30% mata pelajaran agama. Sekolah-sekolah Islam yang melaksanakan kurikulum Depdiknas ini kebanyakan di Madrasah.
Seiring dengan keinginan dan niatan yang luhur dalam membina dan mengembangkan masyarakat, dengan kemandiriannya, pesantren terus menerus melakukan upaya pengembangan dan penguatan diri. Walaupun terlihat berjalan secara lamban, kemandirian yang didukung keyakinan yang kuat, ternyaata pesantren mampu mengembangkan kelembagaan dan eksistensi didirnya secara berkelanjutan.
Ada tiga hal yang belum dikuatkan dalam pesantren. Pertama, tammadun yaitu memajukan pesantren. Banyak pesantren yang dikelola secara sederhana. Menejemen dan administrasinya masih bersifat kekeluargaan dan semuanya ditangani oleh kiainya. Dalam hal ini, pesantren perlu berbenah diri.
Kedua, tasqafah, yaitu bagaimna memberikan pencerahan kepada umat Islam agar kreatif-produktif, dengan tidak melupakan orisenilitas ajaran Islam. Salah satu contohnya para santri masih setia dengan tradisi kepesantrenannya. Tetapi, mereka juga harus akrab dengan computer dan berbagai ilmu pengetahuan serta modern lainnya.
Ketiga, hadharah, yaitu membangun budaya. Dalam hal ini, bagaimana bvudaya kita dapat diwarnai oleh jiwa dan tradisi Islam. Di sini, pesantren diharapkan mampu mengembangkan dan mempenngaruhi tradisi yang bersemangat Islam di tengah hembusan dan pengaruh dahsyat globalisasi yang berupaya menyeragamkan budaya melalui produk-produk teknologi.
Namun demikian, pesantren akan tetap eksis sebagai lembaga pendidikan Islam yang mempunyai visi mencetak manusia-manusia unggul.
Sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial keagamaan, perkembangan pesantren harus terus terdorong. Karena pengembangan pesantren tidak terlepas dari adanya kendala yang harus dihadapinya. Apalagi belakang-belakang ini.

C.     Format Pesantren Masa Depan
Berangkat dari kenyataan, jelas pesantren di masa yang akan dating dituntut berbenah, menata diri dalam menghadapi persaingan bisnis pendidikan seperti yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah dan lainnya. Tetapi perubahan dan pembenahan yang dimaksud hanya sebatas menejemen dan bukan coraknya apalagi berganti baju dari salafiyah ke ma’asyir (modern), karena hal itu hanya akan menghancurkan nilai-nilai positif Pesantren seperti yang terjadi sekarang ini.
Maka, pesantren ke depan harus bias mengimbangi tuntunan zaman dengan mempertahankan tradisi dan nilai-nilai kesalafannya. Pertahankan pendidikan formal Pesantren Khususnya kitab kuning dari Ibtidaiyah sampai Aliyah sebagai KBM wajib santri dan mengimbanginya dengan pengajian tambahan, kegian ekstra seperti kursus computer, bahasa inggris, skil lainnya dan program paket A, B dan C untuk mendapatkan ijazah formalnya. Atau dengan menjalani kerjasama dengan sekolah lain untuk mengikuti persamaan. Jika hail ini terjadi, akan lahirlah ustad-ustad, ulama dan fuqaha yang mumpuni.
Sekarang ini, ada dua fenomena menarik dalam dunia pendidikan di Indonesia yaakni munculnya sekolah-sekolah terpadu (mulai tingkat dasar hingga menengah); dan penyelenggaraan sekolah bermutu yang sering di sebut boarding school. Nama laian dari sekolah boarding school adalah sekolah berasrama. Para murid mengikuti pendidikan regular dari pagi sampai siang di sekolah, kemudian dilanjutkan dengan pendidikan Agama atau pendidikan nilai-nilai khusus di malam hari. Selama 24 jam anak didik berada di bawah didikan dan pengawasan para guru pembimbing.
Di lingkungan ini sekolah ini mereka dipacu untuk menguasai ilmu dan teknologi secara intensif. Selama dilingkungan asrama mereka ditempa untuk menerapkan ajaran agama atau nilai-nilai khusus tadi, tak lupa mengekspresikan rasa seni dan ketrampilan hidup di hari libur. Hari-hari mereka adalah hari-hari berintraksi dengan teman sebaya dan guru. Rutinitas kegiatan dari pagi hari hingga malam sampai ketemu pagi lagi, mereka menghadapi makhluk hidup yang sama, orang yang sama, lingkungan yang sama, dinamika dan romantika yang seperti itu pula. Dalam khazanah pendidikan kita, sekolah berasrama adalah model pendidikan yang cukup tua.
Nampaknya, konsep boarding school menjadi alternative pilihan sebgai model pengembangan pesantren yang akan dating. Pemerintah diharapkan semakan serius dalam mendukung dan mengembangkan konsep pendidikan seperti ini. Sehingga, pesantren menjadi lembaga pendidikan yang maju dan bersaing dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang berbasis pada nilai-nilai spiritual yang handal.

D.    Pesantren dalam kebijakan Sisdiknas
Sudah tidak diragukan lagi bahwa pesantren memiliki kontibusi nyata dalam pembangunan pendidikan. Apalagi dilihat secara historis, pesantren memiliki pengalaman yang luar biasa dalam membina dan mengembangkan masyarakat. Bahkan, pesantren mempu meningkatkan perannya secara mandiri dengan menggali potensi yang dimiliki masyarakat di sekelilingnya.
Pembangunan manusia, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau masyarakat semata-mata, tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen, termasuk dunia pesantren. Pesantren yang telah memiliki nilai historis dalam membina dan mengembangkan masyarakat, kualitasnya harus terus didorong dan dikembangkan. Proses pembangunan manusia yang dilakukan pesantren tidak bias dipisahkan dari proses pembangunan manusia yang telah diupayakan pemerintah.
Proses pengembangan dunia pesantren yang selain menjadi tanggung jawab internal pesantren, juga harus didukung oleh perhatian yang serius dari proses pembangunan pemerintah. Meningkatkan dan membangunkan peran serta pesantren dalam proses pembangunan merupakan langkah strategi dalam membangun masyarakat, daerah, bangsa, dan Negara. Terlebih dalam kondisi yang tengah mengalami kritis (degredasi) moral. Pesantren sebgai lembaga pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai norma, harus menjadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit moral bangsa. Sehingga, pembangunan tidak menjadi hampa melainkan lebih bernilai dan bermakna.
Pesantren pada umumnya bersifat mandiri, tidak bergantung kepada pemerintah atau kekuasaan yang ada. Karena sifat mandirinya itu, pesantren bias memegang teguh kemurniaannya sebgai lembaga pendidikan Islam. Karena itu, pesantren tidak muadah disusupi oleh ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Pendidikan pondok pesantren yang merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional memiliki 3 unsur yaitu: 1) kyai sebagai pendidik sekaligus pemilik pondok dan para santri; 2) Kurikulum pondok pesantren; 3) Sarana pribadatan dan pendidikan, seperti masjid, rumah kyai, dan pondok, serta sebagaian madrasah dan bengkel-bengkel kerja ketrampilan. Kegiatannya terangkum dalam “Tri Dharma Pondok Pesantren” yaitu: 1) Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT; 2) pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan 3) Pengabdian kepada agama, masyarakat, dan Negara.
Menujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, posisi dan keberadaan pesantren sebenarnya memiliki tampa yang istimewa. Namun, kenyataan ini belum disadari oleh masyarakat muslim. Karena kelahiran Undang-undang ini masih amat belia dan belum sebanding dengan usia perkembangan pesantren di Indonesia. Keistemawaan pesantren dalam sisitem pendidikan nasional dapat kita lihat dari ketentuan dan penjelasan pasal-pasal dalam Undang-undang Sisdiknas.
Tidak hanya itu dalam pasal-pasal Undang-undang Sisdiknas, keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang didirikan atas peran serta masyarakat, telah mendapatkan legitimasi dalam Undang-undang Sisdiknas. Lebih lanjut lagi, saat pesantren saat ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana pendidikan keagamaan semata. Namun, dalam perkembangannya ternyata banyak juga pesantren yang berfungsi sebagai sarana pendidikan nonformal, dimana para santrinya dibimbing dan dididik untuk memiliki skill dan keterampilan atau kecakapan hidup sesuai dengan bakat para santrinya, yang ketentuannya menurut  Pasal 26.
Demikianlah, ternyata posisi pesantren dalam system pendidikan nasional memiliki tempatdan posisi yang istimewa. Karena itu, sudah sepantasnya jika kalangan pesantren terus berupaya melakukan bebagai perbaikan dan meningkatkan kualitas serta muu pendidikan tahun 2005-2009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu: 1) meningkatkan perluasan dan pemerataan pendidikan, 2) meningkatnya mutu dan relavasi pendidian; dan 3) meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan public. Maka, dunia pesantren harus bias merespon dan berpartisipasi aktif dalam mencapai kebijakan di bidang pendidikan tersebut. Pesantren tidak perlu merasa minder, kerdil, kolot atau terbelakang. Karena posisi pesantren dalam system pendidikan nasional memiliki tujuan yang sama dengan lembaga pendidikan formal lainnya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. 













BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan agama islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) yang santri-santrinya menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian/madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dan kepemimpinan seorang/beberapa orang kyai dengan ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam berbagai hal.
Saran
            Sebagai bahan kajian makalah selanjutnya yang lebih baik, maka kami menginginkan saran dan kritik pembaca yang membangun motivasi kepada kami. Dari segi apa yang mesti kita perbaiki.
           









Tidak ada komentar:

Posting Komentar